7 December 2014

STRESS BIKIN BADAN MAKIN GEMUK


Saat menghadapi stres biasanya kita cenderung jadi tak bersemangat, susah tidur, dan pikiran terus terfokus pada masalah yang dihadapi. Dalam kondisi demikian, mengapa berat badan tak kunjung turun, bahkan malah bertambah?

Setidaknya ada dua alasan mengapa saat stres kita sering bertambah gemuk. Pertama, kita menjadi lebih sering mengasup makanan yang menimbulkan rasa nyaman. Makanan tersebut biasanya adalah makanan tinggi kalori dan juga tidak sehat. 

Hormon-hormon yang dihasilkan tubuh ketika kita sedang stres ternyata juga dapat membangkitkan rasa lapar sehingga kita jadi makan berlebihan.

Selain keinginan makan, stres ternyata juga berpengaruh pada proses metabolisme tubuh. Dalam sebuah penelitian terungkap, saat stres metabolisme tubuh sedikit lebih lambat. Dibanding dengan orang yang tidak stres, mereka yang stres tubuhnya membakar kalori 104 lebih sedikit dalam 24 jam. Jumlah tersebut dalam setahun setara dengan 5 kg!

Sudah metabolisme lebih lambat, kita juga cenderung memilih makanan tidak sehat. Tak heran kalau tubuh semakin melar meski kita mengeluh sedang stres.

"Saat Anda merasa stres dan putus asa, berhati-hatilah terhadap apa yang Anda makan. Simpanlah makanan sehat di kulkas karena saat stres biasanya kita ingin mengasup sesuatu yang cepat disantap," kata Jan Kiecolt-Glaser, peneliti dari Ohio State University yang melakukan studi ini.

Ia menambahkan, meski sulit menghindari stres dalam kehidupan modern, tapi kita bisa mengenali apa yang jadi pemicunya dan mengubah perilaku saat menghadapi stres. Termasuk mengubah pola makan menjadi lebih sehat. 
http://health.kompas.com/read/2014/08/16/112846123/Stres.Tapi.Mengapa.Badan.Tambah.Gemuk.

NGEMIL BIKIN ORANG INDONESIA MENDERITA OBESITAS

Jumlah orang yang mengalami kegemukan terus meningkat. Junk food kerap menjadi kambing hitam dari peningkatan prevalensi obesitas. Namun mungkin penyebab tersebut lebih tepat terjadi di negara-negara barat, khususnya Amerika Serikat. 

Sementara itu, di Indonesia, budaya ngemil atau sering makan sebenarnya berkontribusi lebih tinggi pada peningkatan obesitas.

Menurut dokter pakar fisiologi dan pemerhati gaya hidup Grace Judio-Kahl, kebiasaan makan junk food dalam jumlah banyak dan frekuensi tinggi sangat jarang terjadi di masyarakat Indonesia. Namun kita memiliki kebiasaan memakan camilan bertepung tinggi dan kalori kosong.
"Orang Indonesia makannya relatif sedikit-sedikit, tapi sering ngemil makanan  kecil tinggi kalori seperti cireng, peyek, atau batagor," ungkap Grace dalam konferensi pers dalam rangka ulang tahun lightHOUSE ke-10, pada Rabu (20/8/2014) di Jakarta.
Kebiasaan makan camilan itu dibangun dari kebudayaan harus selalu ada makanan setiap kali beraktivitas, misalnya saat rapat. "Sekretaris biasanya akan kerepotan menyediakan camilan untuk panganan rapat. Berbeda sekali dengan di luar negeri yang disajikan kopi saja sudah bagus," ujarnya.
Selain itu, kebudayaan selalu menyuguhkan makanan sebagai bentuk rasa hormat atau sayang juga sangat kental di Indonesia. Sebagai contoh, ketika bertamu ke rumah orang, seringkali yang ditanyakan terlebih dulu oleh tuan rumah adalah "sudah makan atau belum" atau ajakan "ayo makan dulu".
Di sisi lain, orang yang ditanya atau ditawari biasanya tidak menolak karena takut dianggap tidak sopan. Belum lagi jika sajian makanan yang ditawarkan memang menggugah selera.
Terpaksa, banyak orang yang akhirnya makan lagi meskipun sebenarnya sudah makan. "Mindset seperti inilah yang perlu diubah," tandas Grace.
Karena itu, saat sedang menurunkan berat badan, dibutuhkan bantuan psikolog untuk membantu mereka memperbaiki kemampuan pengendalian diri ketika menghadapi makanan.
Obesitas diketahui merupakan pintu masuk dari penyakit-penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, diabetes, atau kanker. Karena itulah, obesitas juga meningkatkan risiko kematian sekaligus beban kesehatan negara.
Prevalensi obesitas menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 meningkat jika dibandingkan dengan Riskesdas 2010. Angka obesitas pria pada 2010 sekitar 15 persen dan sekarang menjadi 20 persen. Pada wanita persentasenya dari 26 persen menjadi 35 persen.

SIAPA YANG PALING BERESIKO KEGEMUKAN

Akhir-akhir ini, obesitas menjadi kata yang hampir selalu didengar. Jumlah orang dengan obesitas yang terus bertambah membuat kewaspadaan terkait kondisi ini perlu ditingkatkan.
Obesitas diketahui dapat menjadi pemicu dari penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan lain-lain. Meskipun obesitas dapat terjadi pada siapa saja, namun ada tipe-tipe orang tertentu yang lebih berisiko mengalami obesitas. Siapa saja mereka?
1. Orang dengan orangtua obesitas
Obesitas juga dipengaruhi oleh gen karena menentukan bagaimana tubuh menyimpan dan mendistribusikan lemak. Menurut situs kesehatan Mayo Clinic, faktor yang mempengaruhi lemak, seperti laju metabolisme dan efisiensi pembakaran kalori saat berolahraga juga dipengaruhi oleh faktor genetik.

Selain itu, kebiasaan makan yang terbentuk di keluarga juga akan mempengaruhi bagaimana seseorang menjadi obesitas. Dengan mengikuti pola makan yang diterapkan orangtua yang obesitas, seorang anak juga akan lebih mudah menjadi obesitas.
2. Orang yang berhenti merokok
Sudah menjadi alasan umum orang tak ingin berhenti merokok karena takut berat badannya bertambah. Ya, penelitian memang membuktikan demikian. Namun dibandingkan dengan bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh obesitas, bahaya merokok jauh lebih besar. Lagipula setelah berat badan sedikit meningkat setelah berhenti merokok, orang dapat berupaya untuk menurunkannya kembali.

3. Orang yang melahirkan
Wanita lebih mudah menjadi gemuk setelah melahirkan dan memiliki anak. Penambahan berat badan saat hamil memang tidak terelakkan, namun upaya untuk menurunkannya kembali setelah melahirkan cukup sulit dilakukan oleh kebanyakan wanita.

Ini bukan sepenuhnya salah mereka, pasalnya saat kehamilan memasuki trimester terakhir, wanita memproduksi banyak sel lemak di dalam tubuhnya. Meski diet dan olahraga dapat menyusutkan sel lemak, namun pada bagian-bagian tubuh tertentu, sel lemak tidak mudah untuk disingkirkan.
4. Orang yang kurang tidur
Orang yang kurang tidur karena begadang dapat memperbesar risikonya untuk menjadi obesitas. Ini karena kurang tidur dapat mengganggu kadar hormon di tubuhnya sehingga sulit bagi mereka dalam mengontrol nafsu makan di waktu terjaga.

Studi juga menemukan, orang yang tidur kurang dari delapan jam setiap hari memiliki kenaikan jumlah sel lemak yang lebih banyak daripada pada mereka yang cukup tidur.
Direktur laboratorium tidur dan kronobiologi di University of Colorado mengatakan, ada sesuatu yang berubah pada otak di saat tubuh mengantuk, karena itu menggambarkan berapa banyak energi yang tubuh butuhkan. Untuk mencukupi energi tersebut, akhirnya tubuh beradaptasi dengan meningkatkan nafsu makan.

KEGEMUKAN BISA MEMPERPENDEK USIA !

Orang dengan obesitas atau kelebihan berat badan berisiko terserang berbagai penyakit, seperti jantung dan diabetes. Para ilmuwan bahkan mengatakan bahwa obesitas dapat memperpendek usia hidup 8 tahun lebih cepat.
Mereka yang obesitas memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 35. Sedangkan IMT ideal yaitu 18,5 hingga 24,99. Lebih dari itu, mereka bisa dikategorikan kegemukan dan kurang sehat.
Menurut peneliti, skor IMT 25 sampai 30 saja memiliki usia hidup tiga tahun lebih pendek. IMT diukur dengan berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan (meter kuadrat).
Peneliti utama Profesor Steven Grover, dari Universitas McGill di Montreal, Kanada mengungkapkan, sebuah studi yang menggunakan perhitungan perangkat komputer menunjukkan bahwa obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

"Secara dramatis dapat mengurangi harapan hidup seseorang. Mereka lebih berisiko menderita penyakit kronis dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal,” ujar Grover.

Berdasarkan penelitian, semakin muda usia orang dengan obesitas, semakin besar pula risiko penyakit yang mengancam. Sebab, selama puluhan tahun mereka hidup dengan tidak sehat.
 Hal ini dibuktikan dengan meneliti orang obesitas berusia 20 hingga 79 tahun. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan The Lancet Diabetes dan Jurnal Endokrinologi, mereka yang obesitas sejak masih muda, usia hidupnya lebih pendek.
Kelebihan berat badan dapat mengurangi kualitas hidup sehat, terutama mereka pada usia muda antara 20 hingga 29 tahun. Grover mengatakan, masalah obesitas harus diatasi dengan gaya hidup sehat, mengatur pola makan, dan melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur. Cara tersebut sangat bermanfaat untuk menurunkan berat badan berlebih.
http://health.kompas.com/read/2014/12/07/100000723/Kegemukan.Berlebih.Bisa.Perpendek.Usia.?utm_source=health&utm_medium=bp&utm_campaign=related&

BERAT BADAN NAIK DI AKHIR PEKAN

Pernah menyadari celana Anda lebih ketat di Senin pagi? Itu bukan hanya perasaan Anda saja, melainkan memang itulah siklus berat badan yang terjadi.
Menurut sebuah penelitian dari para ahli dari Cornell University, berat badan kebanyakan orang mengalami penurunan kecil selama hari-hari di tengah pekan, tetapi kembali meningkat di akhir pekan.
Para peneliti mengatakan, siklus tersebut terjadi pada setiap orang. Namun, yang membedakan orang kurus dan gemuk bukan pada peningkatan berat badan di akhir pekan, melainkan berapa banyak berat badan yang berkurang selama hari-hari di tengah minggu.
Dalam studi yang dipublikasi dalam jurnal Obesity Facts tersebut, 80 peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu terdiri dari orang-orang yang sedang mengurangi berat badannya (rata-rata mereka mengalami penurunan berat badan tiga persen dari total berat badannya secara rutin dalam seminggu).
Kelompok kedua terdiri dari orang-orang yang berat badannya cenderung tetap (berfluktuasi antara 1-3 persen setiap minggunya). Adapun kelompok terakhir yaitu orang-orang yang bertambah berat badannya (rata-rata mengalami peningkatan berat badan satu persen dari total berat badannya secara rutin dalam seminggu).
Secara umum, peserta studi mencapai berat badan terendahnya pada hari Jumat dan tertingginya di hari Minggu dan Senin. "Ini masuk akal karena makanan di akhir pekan biasanya lebih bervariasi dan tidak terprediksi apa yang dimakan," ujar Anna-Leena Orsama, peneliti studi asal VTT Technical Research Center, Finlandia.
Kendati demikian, lanjut Orsama, setiap orang memiliki irama fluktuasi berat badan yang bervariasi. Berat badan tertinggi dan terendah dapat terjadi kapan saja di setiap minggu, tetapi berat badan cenderung menurun setelah akhir pekan berlalu.
Orsama mengatakan, studi menunjukkan berat badan yang meningkat saat akhir pekan harus dikompensasi dengan penurunan berat badan selama hari-hari tengah minggu. Semakin banyak berat badan yang dapat dikurangi sepanjang pekan, maka penambahan berat badan yang terjadi di akhir pekan tidak akan menjadi masalah.
Peneliti studi lainnya, Brain Wansink, mengatakan, perbedaan besar bagi orang yang bertambah berat badannya dan yang berkurang adalah apa yang dimakan sepanjang minggu, bukan akhir pekan. Oleh karena itu, menurutnya, kenaikan berat badan di akhir pekan tidak akan mengganggu program penurunan berat badan.
http://health.kompas.com/read/2014/02/07/1131565/Akhir.Pekan.Orang.Cenderung.Tambah.Berat.Badan

DIET GOLONGAN DARAH TIDAK VALID

Teori yang melatar belakangi diet berdasarkan golongan darah ternyata tidak valid. Riset terbaru oleh peneliti asal Kanada menemukan, diet berdasarkan golongan darah tidak terbukti kebenarannya.

Menurut peneliti senior Ahmed El-Sohemy dari University of Toronto, penelitian yang menggunakan data dari 1.455 partisipan tidak menemukan adanya bukti pendukung teori diet golongan darah. Peneliti juga menemukan, golongan darah tidak ada hubungannya sama sekali dengan kesehatan seseorang. 

“Cara tiap individu merespon pola makan tidak ada hubungannya dengan golongan darah. Semua golongan darah mampu menjalani pola makan rendah karbohidrat atau penuh sayuran,” kata El-Sohemy.
 
Diet golongan darah adalah pengaturan pola makan yang mendasarkan variasi asupan seseorang pada golongan darahnya. Diet golongan darah populer setelah publikasi buku yang berjudul Eat Right for Your Type. Buku ini ditulis seorang naturopath bernama Peter D'Adamo. 
 
Menurut teori tersebut, tiap golongan darah melakukan proses pengolahan makanan yang berbeda. Dalam teori tersebut, individu yang menaati pola makan sesuai golongan darahnya akan terhindar dari penyakit kronis misalnya kardiovaskuler. Kesehatan orang tersebut juga akan terus meningkat. 
 
Buku Eat Right for Your Type telah diterjemahkan dalam 52 bahasa dan menjadi best seller. Diet tersebut juga menjadi populer pada kebanyakan remaja maupun dewasa, karena menyediakan info detail terkait pola makan sehari-hari.
 
Para pelaksana diet juga menguji darahnya saat berpuasa, untuk mengetahui faktor risiko kardiometabolik seperti insulin, kolesterol, dan trigliserida. Nilai tersebut menjadi dasar, seberapa besar keterkaitan antara makanan dengan golongan darah sesuai dengan daftar dalam Eat Right for Your Type.
 
Kendati begitu, Sohemy mengatakan, kurangnya bukti keilmuan bukan berarti diet tersebut tidak bekerja. “Riset yang mendasari diet golongan darah tidak ada buktinya. Hal ini tentu mengundang tanya, sehingga harus diuji validitasnya. Hasilnya kami percaya hipotesis diet berdasarkan golongan darah tidak terbukti,” ujar Sohemy.
 
Review menyeluruh terkait diet golongan darah sebetulnya sudah ada tahun lalu dan dipublikasikan dalam American Journal of Clinical Nutrition. Review tersebut menyebutkan tidak ada bukti yang mendukung diet berdasarkan golongan darah dan menyarankan adanya riset yang lebih terencana untuk membuktikannya. 

http://health.kompas.com/read/2014/01/20/1518578/Diet.Golongan.Darah.Tidak.Valid.
 

3 SEBAB BERAT BADAN NAIK


Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tidur cukup dengan berat badan ideal.Tidur kurang dari delapan jam menimbulkan kebiasaan makan buruk yang bisa menambah berat badan.

Studi oleh University of Pennsylvania mengungkapkan orang yang terjaga antara pukul 22:00 hingga 04:00 cenderung mengasup lebih banyak kalori. Orang yang tidur kurang dari delapan jam, asupan kalorinya rata-rata bertambah 553 kalori. 

Penelitian ini juga mengungkap, kurang tidur bisa menimbulkan beberapa kebiasaan makan buruk yang berpotensi meningkatkan berat badan. Berikut di antaranya:

* Banyak makan di pagi hari.
Penelitian menunjukkan partisipan yang kurang tidur mengaku lapar di pagi hari dan sarapan dengan porsi lebih banyak, dan hari berikutnya jadi sering ngemil. Peneliti mengatakan kurang tidur dalam semalam saja menyebabkan seseorang lebih banyak makan karena terpicunya ghrelin, hormon yang merangsang selera makan.

* Tak henti makan junk-food.
Jika kurang tidur, otak akan memicu tindakan impulsif dan membuat Anda memilih makanan berkalori tinggi.Sehingga Anda akan cenderung lebih sering makan junk foodseperti pizza dan donat. Makanan sehat seperti buah dan sayur tak menggugah selera. Menurut penelitian di University of California, Berkeley, bagian otak yang digunakan untuk membuat keputusan kompleks terganggu dan bagian otak yang mengontrol keinginan menjadi lebih kuat.

* Ngemil sore tak terkontrol.
Menurut penelitian University of Chicago dan Medical College of Wisconsin di Milwaukee, kurang tidur memicu tubuh mengeluarkan molekul disebut 2-AG, yang menyulut rasa lapar. Partisipan penelitian yang tidur hanya 4,5 jam memiliki kadar molekul lebih tinggi. Kadar ini semakin tinggi jelang sore, sehingga keinginan ngemil kian tinggi.

http://health.kompas.com/read/2014/02/08/1109186/3.Sebab.Berat.Badan.Naik.Akibat.Kurang.Tidur.

POLA MAKAN VEGETARIAN BANTU TURUNKAN TENSI

Kebiasaan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan terbukti banyak manfaatnya bagi kesehatan, salah satunya adalah membantu menurunkan tekanan darah.
Riset terbaru para ahli asal Jepang mengindikasikan, pola makan yang didominasi sayur dan buah-buahan (vegetarian) dapat membantu mengendalikan tensi darah.
Hasil tinjauan terhadap 7 uji klinis dan 39 penelitian melibatkan 22 ribu responden menyatakan, mereka yang menerapkan diet vegetarian memiliki tensi darah yang jauh lebih rendah dibanding yang menyantap daging.
Bila dirata-rata, penurunan tensi dari berbagai penelitian itu berkisar antara 5 hingga 7 milimeter merkuri (mm/Hg) untuk sistolik, dan antara 2 hingga 5 mm/Hg  untuk diastolik. Walau hasil penurunannya tak besar, namun ini cukup untuk mengurangi risiko serangan jantung.
Penurunan tekanan diastolik  hingga 5 mm Hg, menurut para ahli, berkaitan dengan penurunan risiko 9 persen kematian akibat jantung koroner dan 14 persen risiko lebih rendah kematian akibat stroke.
Peneliti mengatakan, penurunan tekanan ini terlepas dari jenis diet vegetarian yang dilakukan responden. Apakah itu hanya mengonsumsi sayur, kacang, buah ; atau dengan tetap menyantap telur, ikan, dan produk susu;  atau hanya mengindari daging ; atau vegan (sepenuhnya menghindari produk hewan termasuk susu).

JANTUNG BERDEBAR, SELALU GEJALA PENYAKIT JANTUNG ?


Kemarin di hari kedua acara Academy of Psychosomatic Medicine meeting di Fort Laudardale, Florida, AS, ada salah satu pembahasan yang sangat sering saya temukan dalam praktek sehari-hari. Pembicara yang berasal dari Belanda ini berbicara tentang keluhan panik pada pasien dengan nyeri dada yang bukan jantung (non-cardiac chest pain) yang datang ke unit gawat darurat. 

Kebanyakan pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan keluhan ini sebenarnya tidak mengalami gangguan jantung yang serius.

Data mengatakan bawah 50-90% pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada didiagnosis dengan nyeri dada yang tidak melibatkan jantung. Lebih dari setengah pasien ini akan terus mengatakan adanya nyeri setelah pulang perawatan dan tetap khawatir akan adanya penyakit jantung yang serius. 

Kondisi ini secara langsung meningkatkan angka kebutuhan perawatan, pemeriksaan dan terapi terutama di unit gawat darurat.

Jika melihat hasil data penelitian yang disampaikan, sejak tahun 1993, 2003, 2008 sampai dengan 2011 maka terjadi peningkatan kasus gangguan panik di unit gawat darurat dari hanya sekitar 18% lalu menjadi 22%, 36% dan akhirnya 44%. Ini menandakan semakin tahun kondisi ini semakin banyak dialami oleh masyarakat di tempat penelitian ini diadakan. Sayangnya di Indonesia data seperti ini tidak ditemukan.

Peran Dokter

DETEKSI DINI KESEHATAN PADA TUBUH ANDA....