16 January 2014

MAKAN DI MEJA MAKAN CEGAH ANAK KEGEMUKAN

Anak gemuk tidak lagi terlihat lucu saat risiko penyakit ternyata mengintai dari tubuh gemuknya. Itulah mengapa, perlu ada upaya khusus untuk menekan prevalensi kegemukan pada anak. Menurut sebuah studi baru, anak-anak yang makan di meja makan cenderung memiliki badan yang lebih langsing dibandingkan dengan anak-anak yang tidak.
Para peneliti mengatakan, anak-anak yang melayani diri mereka sendiri pada piring yang telah disiapkan di meja makan cenderung untuk makan lebih sedikit. "Anak-anak yang makan di meja makan juga belajar untuk mengenali rasa kenyang lebih cepat daripada mereka yang diberikan sepiring penuh makanan di depan televisi.
Ketua studi Brent McBride, direktur laboratorium perkambangan anak di University of Illinoismengatakan, makan dengan keluarga di meja makan memberikan anak kesempatan untuk belajar hal-hal seperti porsi dan pemilihan makanan.
"Ketika makan sudah disiapkan di piring, anak-anak tidak pernah belajar untuk mengenali tanda-tanda lapar pada dirinya. Dia akan kesulitan untuk mengatakan bahwa porsi yang disiapkan terlalu banyak untuknya," ujarnya.
Menurut McBride, pengasuh juga sering memaksakan untuk menghabiskan makanan yang ada di piring meskipun anak sudah kenyang. Padahal porsi yang disiapkan oleh pengasuh belum tentu sesuai dengan kemampuan anak.
Dalam studi yang dipublikasi dalam Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics tersebut, peneliti melibatkan 100 anak-anak yang berusia dua hingga lima tahun di Amerika Serikat. Mereka menemukan, anak-anak yang terbiasa makan di meja makan rata-rata memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang makan di depan televisi.
Menurut peneliti, IMT yang lebih tinggi berkaitan dengan jumlah makanan yang lebih banyak di depan televisi. Tak hanya pada anak, para peneliti mengatakan hal yang sama juga terjadi pada orang dewasa.
Dipti Dev, lulusan ilmu nutrisi di University Illinois mengatakan, daripada bertanya, "sudahkah kamu selesai?", orangtua sebaiknya bertanya, "sudahkah kamu kenyang?". Kemudian bisa dilanjutkan dengan, "jika kamu masih lapar, kamu bisa menambah lagi."
"Bertanya dengan pertanyaan yang tepat pada anak akan membuat mereka belajar untuk "mendengarkan" sendiri petunjuk dari tubuh mereka," pungkas Dev.

15 January 2014

ANAK GEMUK BERESIKO SERANGAN JANTUNG

Melihat anak gemuk yang lucu memang menggemaskan.  Tetapi di balik kelucuan itu justru ada hal yang membuat tidak lucu. Apa pasalnya? Ya, karena kegemukan  justru membuat anak menjadi rawan akan penyakit.  

Dalam kajian terbaru, para ahli kesehatan di Belanda mengindikasikan, penyakit jantung yang lazimnya diderita oleh mereka yang berusia paruh baya, kini juga mengancam  anak-anak berusia 2-12 tahun yang memiliki bobot kelewat gemuk aliasobesitas yang parah. Obesitas atau kegemukan merupakan masalah global, bukan hanya menimpa pada orang dewasa tapi juga anak-anak baik di negara maju maupun negara berkembang. 

Dari penelitian yang dilakukan terhadap 307 anak obesitas diketahui, sebanyak dua pertiganya sudah memiliki sedikitnya satu faktor risiko penyakit jantung, misalnya tekanan darah tinggi atau hipertensi.

LEMAK PERUT BAHAYA UNTUK JANTUNG


Waspadalah jika Anda memiliki timbunan lemak di perut, meski berat badan normal. Pasalnya lemak di perut membuat risiko Anda terkena penyakit jantung menjadi lebih besar daripada orang yang kegemukan. 

Dalam penelitian terbaru, para peneliti menemukan bahwa orang dengan berat badan normal tetapi lingkar pinggangnya lebar berisiko tiga kali lebih besar meninggal karena penyakit jantung dan berisiko dua kali lebih besar meninggal karena penyebab lain, dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal dan lingkar pinggangnya kecil.

"Orang dengan berat badan normal biasanya tak merasa perlu untuk mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat. Tetapi obesitas sentral atau kegemukan di perut sangat tidak sehat, bahkan pada orang yang kurus," kata Dr.Francisco Lopez-Jiminez, ahli kardiologi dari Mayo Clinic.

Ada beberapa alasan mengapa obesitas sentral meningkatkan risiko kematian, antara lain karena peningkatan resistensi insulin

Selain itu, orang yang kegemukan di pinggang biasanya justru kekurangan lemak di bagian yang penting, misalnya di kaki dan pinggul. Mereka juga cenderung memiliki massa otot lebih sedikit.

Untuk mereka yang termasuk obesitas, risiko terkena penyakit kardiovaskular ikut dipengaruhi oleh distribusi lemak. Menurut Lopez-Jiminez, orang obesitas biasanya memiliki lemak di area yang sebenarnya protektif dan mereka punya massa lemak lebih banyak.

Orang yang berat badannya normal tetapi memiliki timbunan lemak di perut disarankan untuk mengurangi risiko terkena penyakit jantung dengan menurunkan berat badan dan membentuk massa otot sehingga berat badannya terdistribusi.

"Pola makan yang sehat dan olahraga adalah cara mengatasinya. Jika keduanya dilakukan, selain berat badan turun, massa otot juga terbentuk," katanya.

Hasil penelitian tersebut dipresentasikan dalam kongres European Society of Cardiology di Munich, Jerman. Penelitian awal ini melibatkan 12.000 pria dan wanita di Amerika Serikat yang mengikuti survei National Health and Nutrition Examination Survey.

Para peneliti juga mengukur berat badan, tinggi, lingkar pinggang, serta pinggul. Para peneliti juga mencocokkannya dengan data kematian nasional.

Selama 14 tahun masa penelitian, lebih dari 2.500 orang meninggal. Dari jumlah tersebut, lebih dari 1.000 orang meninggal karena penyakit kardiovaskular.

Ternyata, risiko kematian akibat penyakit jantung 2,75 kali lebih tinggi pada mereka yang berat badannya normal tetapi punya timbunan lemak di pinggang. 

Menanggapi hasil studi tersebut, Dr.Gregg Fonarow, profesor kardiologi dari Universitas California, mengatakan bahwa obesitas sentral adalah kelebihan lemak di bagian perut. Pada kondisi ini, jumlahdeposit lemak di perut melebihi proporsi lemak tubuh keseluruhan.

Berbagai penelitian menunjukkan obesitas sentral meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. 

"Pada beberapa penelitian, lingkar pinggang atau rasio pinggang dan pinggul menjadi prediktor yang lebih baik daripada indeks massa tubuh," kata Fonarow.

SEDOT LEMAK TAK KURANGI LEMAK PERUT


Di tengah berkembang pesatnya metode bedah kecantikan, sedot lemak menjadi salah satu pilihan praktis untuk mendapatkan bentuk tubuh idaman. Hanya, untuk mengurangi lemak perut atau lemak viseral, metode tersebut seharusnya tidak dapat jadi andalan.

Pakar gizi klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Fiastuti Witjaksono, SpGK, mengatakan, sedot lemak hanya dapat mengangkat lemak di bawah kulit (subkutan), bukan lemak yang ada di rongga perut. Ini artinya, sedot lemak juga tidak dapat mengurangi risiko kesehatan yang dipengaruhi oleh lemak perut.

Lemak perut, kata Fiastuti, lebih berbahaya daripada jenis lemak lainnya. Pasalnya lemak perut merupakan lemak yang tertimbun di bagian rongga perut yang terdapat banyak organ vital.
"Organ-organ penting seperti lambung, limpa, hati, ginjal terdapat di rongga perut. Keberadaan lemak di sana dapat mengganggu fungsi organ-organ tadi kerena lemak melekat di permukaannya," ujarnya dalam diskusi kesehatan bertajuk 'Resolusi "The New Healthy Me" ala Zespri Kiwifruit', di Jakarta, Rabu (16/10/2013).
Lemak perut juga diketahui mengandung ratusan hormon, salah satunya hormon kortisol. Hormon

LEMAK DIDALAM PERUT ITU BERBAHAYA!

“Sudah agak kecil kan dokter, perut saya?” Kata seorang pasien waktu saya memeriksanya.

Kecil memang,kalau lagi tidur begini, coba lihat lagi duduk atau berdiri di depan kaca”, seloroh saya.

Ya, dokter, masih seperti dulu, waktu dia duduk dan melihat perutnya yang kelihatan menonjol, dan waktu saya bercermin, perut ini bahkan kelihatan lebih besar lagi dokter”, ungkap pasien.

Saya takut seperti Ibu saya yang menderita diabetes.  Sebelum beliau diberitahu menderita itu, perutnya juga besar sekali, kami kira hamil, dan beliau akhirnya meninggal karena kanker payudara, apa ada hubungannya dokter”, cerita pasien dengan nada bertanya

Ya, memang ada hubungannya, tidak hanya dengan diabetes melitus, kanker payudara, tetapi juga dengan penyakit lain, seperti  hipertensi, penyakit kardiovaskuler, rematik, asma, bahkan kesuburan, penyakit pikun dan lain-lain”, jawab saya sedikit berusaha mengerang kan kepada pasien yang kelihatan cerdas ini.

Banyak pertanyaan yang diajukan oleh pasien ini tentang perutnya yang buncit itu, termasuk ukuran perut yang normal itu berapa, apa penyebabnya, lemak yang mana yang berbahaya dan mengapa sampai bisa seperti itu.

13 January 2014

CEGAH KANKER SERVIKS DENGAN MENERAPKAN DIET SEHAT


Sebagai salah satu jenis kanker yang mematikan bagi wanita, penting untuk melakukan berbagai upaya demi menurunkan risikonya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki diet dan pola makan Anda.

"Kanker serviks, kanker yang tumbuh secara lambat dan dimulai di bagian bawah rahim sampai saat ini masih menjadi penyakit yang mematikan," ujar Dr Bandita Sinha, spesialis kebidanan dan kandungan Fortis Hiranandani Hospital.

Sesuai laporan dari National Cancer Institute, sepertiga dari semua kematian akibat kanker serviks berhubungan dengan diet yang salah. Faktanya kanker serviks dapat dicegah dengan mengonsumsi jenis makanan tertentu, terutama yang mengandung antioksidan karena mampu melawan kanker. Dengan memperbanyak konsumsi makanan jenis ini, efek radikal bebas akan bisa diatasi. 

Lebih disarankan untuk mengombinasikannya dalam diet variasi, berikut daftar asupan yang bisa membantu mencegah datangnya kanker serviks, seperti dilansir Health Me Up, Jumat (10/1/2014):

1. Vitamin A, C, E, dan kalsium
Vitamin A, C dan E merupakan bentuk antioksidan yang membantu melindungi sel-sel dari kerusakan akibat radikal bebas. Sebuah studi yang diterbitkan dalam "International Journal of Gynaecologic Cancer menemukan bahwa pasien yang cukup asupan vitamin-vitamin ini memiliki viral load yang lebih rendah dari HPV. Perbanyak konsumsi jeruk, wortel, labu, telur, hati, tuna dan produk susu. 

2. Vitamin B folat

TURUNKAN RESIKO OBESITAS DENGAN ASUPAN NUTRISI YANG BERBAHAN DASAR KACANG-KACANGAN


Ingin turun berat badan tapi tetap bisa makan camilan di antara waktu makan? Jika ya, maka kuncinya adalah mencari camilan yang tepat. Berdasarkan hasil sebuah studi terbaru, kacang-kacangan bisa menjadi salah satu solusinya.

Penelitian yang telah dipublikasikan dalam Public Library of Science Journal PLOS ONE ini mengungkapkan bahwa kacang-kacangan seperti almond, kacang Brasil, kacang mete, hazelnut, macadamia, pecan, kacang pinus, pistachio, dan walnut, mampu menurunkan berat badan, menurunkan risiko obesitas dan sindrom metabolik. 

Para peneliti di Loma Linda Universitymembuktikan teori ini dengan melakukan pelacakan diet terhadap 803 orang responden. Ditemukan bahwa mereka yang makan setidaknya segenggam kacang setiap pekan, jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami kelebihan berat badan atau terkena sindrom metabolik atau metabolic syndrome (MetS).

4 KEBIASAAN YANG BISA BIKIN GAGAL PROGRAM DIET


Menurunkan berat badan sering dikatakan lebih mudah dibandingkan dengan mempertahankan berat badan tetap normal. Bahkan sebuah studi mengungkapkan beberapa kebiasaan sehari-hari juga bisa turut menggagalkan usaha diet Anda.

Studi yang telah dipublikasikan dalam American Journal of Preventive Medicine ini dilakukan oleh para peneliti dari The Miriam Hospital terhadap 3.000 responden. Seluruh responden ini merupakan orang-orang yang pernah mengalami penurunan berat badan setidaknya 13 kg selama 10 tahun terakhir, namun kembali naik setidaknya 10 persen. 

Dilansir Womens Health Mag, Senin (13/1/2014), beberapa kebiasaan sehari-hari yang paling banyak dilakukan mereka antara lain:

1. Menghindari timbangan 

Bukan rahasia bahwa kebanyakan orang lebih suka mengira-ngira sendiri berat badannya dibandingkan dengan mengukurnya di timbangan. Padahal kebiasaan ini justru akan membuat Anda tak tahu secara pasti berat badan dan 'menganggapnya' masih normal meskipun sebenarnya tidak. Oleh sebab itu, cobalah untuk menimbang berat badan dan mengukur lingkar pinggang secara berkala. 

2. Makan terlalu banyak 

Baik di saat sedang makan di restoran maupun sedang mengalami masalah, wanita memiliki banyak alasan untuk makan terlalu banyak atau overeating. Apalagi jika ia baru saja mengalami penurunan berat badan, akan ada perasaan tak bersalah untuk makan dalam porsi yang lebih banyak dari biasanya. Hati-hati, jika terus-menerus seperti ini bukan tidak mungkin bobot Anda justru akan bertambah lebih banyak dari sebelumnya.